Mulai 1 Agustus 2013, Blog Keuangan PTA Gorontalo beralih ke Portal Keuangan PTA Gorontalo | Untuk mengunjungi portal baru kami klik di sini |
https://paisleycarrot.files.wordpress.com/2012/03/website_moved.jpg?w=601&h=429&h=429

Senin, 23 April 2012

Hakim Segera Bergaji Layaknya Pejabat Negara


Kemen PAN-RB Lanjutkan Pembahasan RPP Remunerasi Pejabat Negara

JAKARTA - Tuntutan para hakim supaya statusnya disamakan layaknya pejabat  negara segera terwujud. Pasalnya, Kementerian Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Remunerasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) siap melanjutkan pembahasan RPP Remunerasi Pejabat Negara yang selama ini mengendap.

Dihubungi di Jakarta kemarin (19/4) Wakil Menpan-RB Eko Prasojo menuturkan, pemerintah terus berupaya memenuhi tuntutan para hakim tersebut. Dia mengatakan, dengan pengesahan RPP tersebut, maka para hakim bisa mendapatkan hak penghasilan layaknya pejabat negara.

Eko menuturkan, RPP tersebut sejatinya sudah lama digodok dan bisa disahkan pada 2008 lalu. "Tetapi karena beberapa pertimbangan, pengesahan RPP itu ditunda dulu," kata dia. Pemerintah menunda pengesahan sambil menunggu waktu yang tepat. Salah satu pertimbangannya adalah, pemerintah saat itu ikut prihatin dengan kondisi ekonomi masyarakat yang serba sulit.

Dengan pertimbangan itu, Eko menuturkan rasanya tidak pantas mengesahkan RPP yang isinya menaikkan gaji pejabat negara itu. "Dalam RPP itu, yang disebut pejabat negara juga mencakup hakim," tandasnya. Di RPP tersebut, diterangkan jika gaji pejabat negara dinaikkan sekitar 50 persen.

Setelah beberapa waktu lalu muncul gerakan sejumlah hakim yang menuntut kenaikan gaji disertai ancaman mogok, Kemen PAN-RB berinisiatif melanjutkan kembali pembasan RPP tadi. Eko menuturkan, pembahasan RPP ini melibatkan juga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Meskipun belum ada tanda-tanda RPP akan disahkan, pihak Kemen PAN-RB sepakat jika hakim bisa memperoleh hak layaknya pejabat negara. Dengan pemberian hak layaknya pejabat negara ini, Kemen PAN-RB berharap bisa mendorong terciptanya lembaga peradilan yang independen. Jauh dari kabar makelar peradilan yang melibatkan oknum hakim.

Selama RPP Remunerasi Pejabat Negara itu belum disahkan, hak hakim tidak jauh berbeda dibandingkan PNS-PNS di instutusi lainnya. Gaji hakim masih ditentukan berdasarkan jabatan, pangkat, dan golongan. Jabatan hakim dimulai dari Hakim Pratama hingga Hakim Utama. Sedangkan golongan hakim dimulai dari III/a hingga IV/e.

Saat menghadapi audiensi dengan sejumlah hakim yang mengancam akan mogok kerja, Menpan-RB Azwar Abubakar menuturkan, hakim jangan sampai melakukan jual beli perkara. Meskipun didasari karena untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditutup dari penghasilan.

Jika nanti sudah mendapatkan hak layaknya pejabat negara tetapi masih ada hakim yang nakal, disebabkan karena tabiat oknum hakim sendiri. Kemen PAN-RB menghitung, dengan jumlah tenaga hakim yang berkisar 7.000-an, anggaran  untuk tunjangan setara pejabat sekitar Rp 1 triliun. 
Sumber : www.jpnn.com

Jumat, 13 April 2012

Sekretaris MA: Tambahan APBN-P Rp 405 Miliar untuk Belanja Pegawai

Jakarta DPR memastikan ada tambahan alokasi anggaran APBN-P 2012 untuk kesejahteraan hakim. Selain itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Nagara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN dan RB) juga memastikan pada APBN 2013, kesejahteraan hakim akan meningkat. Lalu bagaimana dengan sikap Mahkamah Agung (MA)?

Berikut wawancara Sektrataris MA, Nurhadi dengan wartawan usai bertemu dengan MenPAN dan RB Azwar Abubakar di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (11/4/2012):

Dalam APBN-P 2012 belum dianggarkan kenaikan gaji hakim, terus bagaimana?

Pak Menpan bilang diupayakan. Karena memang APBN-P kan sudah jalan. Jadi agak susah. Bahasa beliau fifty-fifty karena ini APBNP sudah jalan tapi berusaha keras untuk itu. 

Kalau memang baru bisa disahkan tahun 2013, apakah kebutuhan hakim ini sangat mendesak atau bisa menunggu sampai 2013?

Iya. Kalau memang demikian kan kita tidak bisa memaksakan kan. Itu kan di luar kewenangan MA. Mau tidak mau ya diterima. Kondisi ini sebetulnya sudah lama dirasakan oleh para hakim. Bukan hanya tuntutan kesejahteraan saja. Saya juga ditanya oleh rekan-rekan hakim, di KTP kolom profesi 'hakim' itu tidak ada. Padahal sebutannya Yang Mulia. Ini contoh kecil. 

Sebenarnya sikap MA sendiri seperti apa?

Sikap MA itu sudah memperjuangkan, bukan mendiamkan. MA bersama dengan Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia). Aspirasi ini kan bukan hanya sekali, sebenarnya sudah terjadi kesekian kali. Ini juga sudah ditindaklanjuti oleh MA dengan Ikahi. Langkah-langkah sudah dijalankan. Memang semuanya kan ada tahapannya. Kita menunggu regulasi juga karena ini di luar MA. Tapi kita sudah mengupayakan.

Apakah ada pos anggaran yang akan digeser untuk kesejahteraan para hakim dari Rp 405 miliar yang berasal APBN-P 2012?

Perlu diketahui, APBN itu kan sudah di plot per program. Antar program itu kan tidak boleh dialihkan. Ini potensi penyimpangan. Ini tidak boleh. Itu prinsip.

Saya contohkan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis di MA. Ini menyangkut belanja pegawai dan belanja barang. Kemudian kita alihkan menjadi program penyediaan sarana dan prasarana. Ini enggak boleh. Ini penyimpangan. MA tidak akan melakukan itu.

Angka Rp 405 miliar itu adalah belanja pegawai, dan itu pada saat RDP dengan Komisi III DPR. Kebetulan dari MA, Sekretaris yang mimpin dan saya sendiri bersama dengan pejabat eselon I yang lain.

Usulan kami tentang APBN-P. Ada beberapa alasan mengapa minta tambahan ke DPR. Kita minta Rp 500 miliar, itu kebutuhan yang sangat riil yang kalau tidak dipenuhi akan berakibat kekurangan belanja pegawai untuk memenuhi kebutuhan makan pegawai. 

Regulasi yang dibuat oleh Menkeu, rasio uang makan harus dibuat per golongan. Selama ini, tahun 2011, untuk tahun anggaran 2012, itu diprogramkan flat.

Uang makan untuk PNS itu Rp 25 ribu per orang per hari. Sementara ada aturan untuk Menkeu, untuk golongan I dan II, uang makan Rp 25 ribu per orang per hari, sementara untuk golongan III uang makan Rp 27 ribu per orang per hari dan golongan IV itu Rp 29 ribu per orang per hari. untuk golongan III dan IV ada selisih Rp 2.000. Kalikan dengan jumlah PNS kita secara nasional sekitar 30 ribuan lebih. Coba hitung. 

Infonya Rp 405 miliar untuk sarana dan prasarana. Ini bagaimana pak?

Itu untuk belanja pegawai yang tadi sudah saya sebutkan, rinciannya ada 3 itu. Jadi bukan untuk pembangunan gedung dan sebagainya. Itu salah, tidak mungkin itu. Itu juga belum turun dana itu.


(asp/try)

Sumber : www.detik.com

Kamis, 12 April 2012

MENGENAL MODUL PENERIMAAN NEGARA (MPN)

Modul Penerimaan Negara (MPN) merupakan suatu sistem pengadministrasian pendapatan negara berbasis web yang dibangun oleh Kementerian Keuangan bekerjasama dengan pihak perbankan dan Bank Indonesia, PT Pos Indonesia, serta pihak penyedia jasa switching. Kini MPN telah memasuki tahap penyempurnaan (MPN generasi 2, atau disingkat MPN 2) dalam upaya menyediakan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat sekaligus memenuhi harapan pemerintah akan ketersediaan data yang kredibel.
Secara garis besar sistem MPN 2 merupakan suatu proses sinambung dari 2 sistem, yakni sistem billing dan sistem settlement. Sistem billing yang berfungsi melakukan pengadministrasian data pembayar dan pembayaran, memfasilitasi proses awal dari keseluruhan proses pembayaran dan penyetoran pendapatan negara. Selanjutnya, sistem settlement akan memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran, rekonsiliasi hingga penyampaian data-data kepada stakeholders. 
Dalam grand design MPN 2, DJA akan bertindak sebagai biller bagi PNBP, dengan mengoperasikan sistem billing yang berfungsi mengadministrasikan data-data pembayar dan pembayaran PNBP, yang dibutuhkan oleh DJA sebagai tools dalam analisa kebijakan dan penyusunan kebijakan PNBP ke depan. Adapun sistem settlement yang memfasilitasi penyelesaian rangkaian proses pembayaran berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB).
Gambar 1: Konfigurasi MPN 2
DJA (Biller) sebagai bagian dari Sistem MPN 2



Dengan mengoperasikan sistem MPN 2, semua transaksi akan tercatat secara elektronik, baik dalam sistem billing maupun sistem settlement. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya perbedaan data dapat diminimalisir, dan proses rekonsiliasi akan lebih mudah dilakukan.
Mengingat sistem yang akan dibangun merupakan sistem informasi teknologi berbasis web, dan merupakan bagian dari bangunan sistem MPN 2 yang online dengan beberapa stakeholders sesuai peranan masing-masing, maka terhadap sistem billing PNBP yang akan dibangun dapat diberikan nama yang lebih spesifik dan mudah untuk diingat, yakni SIMPONI (Sistem Informasi PNBP Online).


ALUR KERJA SIMPONI:
1. PROSEDUR PENDAFTARAN BILLING SIMPONI
a.      Bendahara Penerimaan pada masing-masing satker K/L pengelola PNBP dan Wajib Bayar yang menyetor sendiri PNBP melakukan proses registrasi billing melalui e-registration SIMPONI.
b.     SIMPONI memproses permohonan registrasi dari Bendahara Penerimaan dan Wajib Bayar, serta menerbitkan User ID dan Password.
c.      Untuk tahap awal implementasi, DJA akan melakukan registrasi serentak bagi Bendahara Penerimaan K/L berdasarkan data yang dihimpun dari Biro Perencanaan dan Keuangan masing-masing K/L.
Selanjutnya konfirmasi keikutsertaan Bendahara Penerimaan dalam sistem billing akan dikirimkan oleh DJA kepada Biro Perencanaan dan Keuangan masung-masing K/L, sedangkan user ID serta password yang diterbitkan berdasarkan pendaftaran yang dilakukan akan didistribusikan ke seluruh Bendahara Penerimaan pada masing-masing satker.
Dengan demikian Bendahara Penerimaan dapat langsung memulai prosedur pembuatan/create billing pada saat hendak melakukan pembayaran PNBP.
 

2. PROSEDUR PEMBUATAN BILLING SIMPONI
a.      Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar melakukan proses create billing melalui SIMPONI.
b.     Dalam proses create billing, Bendahara Penerimaan  atau Wajib Bayar yang dikenali dari User ID dan Password, mengisi beberapa informasi pada menu isian sesuai dengan kebutuhan sistem.
c.      SIMPONI men-generate kode billing atas billing yang di-create oleh Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar.
d.     Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar menerima notifikasi melalui email/sms dan dapat mencetak billing yang memuat kode billing dan beberapa informasi untuk dijadikan dasar pembayaran.
e.     SIMPONI meneruskan informasi billing (terseleksi) beserta kode billing ke sistem Settlement.


PROSEDUR SISTEM SETTLEMENT
Setelah seluruh prosedur sistem billing PNBP dipenuhi dan Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar menerima kode billing, maka proses dapat dilanjutkan dengan melakukan beberapa prosedur dalam sistem settlement. Secara garis besar sistem settlement dimulai dengan proses pembayaran, proses rekonsiliasi transaksi, proses pelimpahan, proses rekonsiliasi kas, dan diakhiri dengan penyampaian data kepada stakeholders.
Terhadap kode billing yang telah diterbitkan oleh SIMPONI dan tercatat telah terbayar oleh sistem Settlement, akan dikirimkan konfirmasi antar sistem dan notifikasi berupa email/sms kepada Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar yang bersangkutan.

MANFAAT SIMPONI
1.       Meningkatnya kualitas pelayanan dalam hal pembayaran PNBP dengan menciptakan lebih banyak alternatif cara pembayaran, sehingga lebih mudah dan fleksibel;
2.       Meningkatnya ketersediaan dan reliabilitas data PNBP;
3.       Meningkatnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan PNBP;
4.       Terciptanya sinergi antara perencanaan, monitoring dan evaluasi penerimaan PNBP.

Selasa, 03 April 2012

SAKTI MELETAKKAN NILAI SINERGI PADA INSTANSI

Di era Teknologi Informasi saat ini sebuah sistem merupakan harga mutlak yang mesti dimiliki oleh setiap instansi pemerintah untuk mempermudah dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan sampai pertangungjawaban tak terkecuali transaksi keuangan yang bisa menjadi barometer dalam melihat output kinerja suatu instansi. Dengan menggunakan sebuah sistem setidaknya tingkat kesalahan lebih dapat di minimalkan jumlahnya, sama halnya dengan tubuh manusia, sistem yang komplek harus memiliki integrasi antara modul-modul yang ada di sistem tersebut.
Pengintegrasian sistem informasi merupakan salah satu konsep kunci dari Sistem Informasi Manajemen. Berbagi sistem dapat saling berhubungan satu dengan yang lain dengan berbagai cara yang sesuai dengan keperluannya. Aliran informasi diantara sistem sangat bermanfaat bila data dalam file suatu sistem diperlukan juga oleh sistem yang lainnya, atau output suatu sistem menjadi input bagi sistem lainnya. Secara manual juga dapat dicapai suatu integrasi tertentu, misalnya data dari satu bagian dibawa kebagian lain, dan oleh petugas administrasi data tersebut digabung dengan data dari sistem yang lain. Jadi kalau secara manual maka derajat integrasinya menjadi tinggi.
Keuntungan utama dari integrasi sistem informasi adalah membaiknya arus informasi dalam sebuah organisasi. Suatu pelaporan biasanya memang memerlukan waktu, namun demikian akan semakin banyak informasi yang relevan dalam kegiatan manajerial yang dapat diperoleh bila diperlukan. Keuntungan ini merupakan alasan yang kuat untuk mengutamakan (mengunggulkan) sistem informsi terintegrasi karena tujuan utama dari sistem informasi adalah memberikan informasi yang benar pada saat yang tepat. Keuntungan lain dari pengintegrasian sistem adalah sifatnya yang mendorong manajer dalam hal ini pimpinan kantor atau pihak lainnya untuk membagikan (mengkomunikasikan) informasi yang dihasilkan oleh bagian nya agar secara rutin mengalir ke system lain yang memerlukannya. Informasi ini kemudian digunakan lebih luas untuk membantu organisasi.
Bicara system, tentu saja kita hal ini tidak luput dari istilah software (perangkat lunak). karena pada dasarnya perangkat teknologi hanya terdiri atas dua jenis ” Software dan Hardware” dan dua jenis ini didukung oleh penggunanya / pemakai dengan istilah “Brainware”. Jika kita mengacu pada konteks diatas, disini terlihat jelas sistem tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari manusia sendiri yang akan menjalankan sistem tersebut.
Satuan Kerja (Satker) dan Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD) sebagai pengguna dana Anggaran Pendatan Belanja Negara (APBN) dalam tatakelola perencanaan, pelakasanaan dan pertanggung jawaban APBN memiliki System yang selama ini dibangun oleh Kementerian Keuangan masih dalam bentuk aplikasi yang terpisah dengan database yang terpisah dan juga berbeda jenis databasenya. Aplikasi yang digunakan dalam Satker mulai aplikasi RKAKL-DIPA, PERAN, AFS, GAJI, SPM, SIMAK-BMN, PERSEDIAAN, SAKPA merupakan aplikasi-aplikasi yang terpisah yang secara substansi informasi dari satu aplikasi tersebut dibutuhkan oleh aplikasi yang lain. Proses penginputan kembali sebagai informasi awal dari satu aplikasi yang sebenarnya merupakan produk dari aplikasi yang lain akan rentang sekali terjadinya kesalahan input dan juga merupakan kegiatan yang tidak efektif karena terjadi penginputan yang berulang (redudansi data).
Dalam pandangan lain ada cerita dari Satker atas ketidak tepatan waktu dalam peyampaikan informasi atas transaksi yang oleh suatu bagian dihasilkan dimana informasi itu merupakan informasi yang sangat di butuhkan oleh bagian lainnya. Kondisi riil dilapangan terdapat keterlambatan dalam menginformasikan dokumen output tersebut ke bagian lain yang membutuhkan infomasi tersebut. Semisal pada saat kontrak atas pengerjaan suatu pengadaan telah selesai dan telah terima BAST pada bagian pengadaan, bagian pencatatan aset SIMAK-BMN tidak segera mendapatkan BAST tersebut sehingga pada saat pelaporan keuangan bulanan terjadi informasi yang kurang memadai. Apalagi bagian Akuntansinya yang secara prosedural akan mendapatkan informasi dari bagian pencatatan SIMAK-BMN. Atau semisal bendahara melakukan penyetoran pendapatan tetapi informasi ini belum dilaporkan ke bagian akuntansi sehingga pada saat pelaporan, terjadi penyampaian informasi yang kurang memadai juga. Masih banyak kasus-kasus lain yang menunjukkan kelemahan atas suatu sistem yang tidak terintegrasi.
Untuk pembukuan bendahara baik bendahara pengeluaran maupun bendahara penerimaan belum ada aplikasi yang secara resmi dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Demikian juga dalam hal pencatatan atas kontrak dan supplier belum terdapat aplikasi, dimana saat adanya BAST atas suatu kontrak yang ada, kita dapat melakukan verifikasi antara BAST dengan dokumen kontrak awalnya dengan melakukan pencatatan BAST tersebut kedalam sistem aplikasi.
Dalam hal pelaporan keuangan menurut UU Perbendaharaan Negara 70 ayat (2) UU 1/2004 Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya tahun 2008. Basis akuntansi yang ada sampai dengan sekarang kita mengunakan cash to ward accrual dimana kita mengakui pendapatan dan belanja dengan cash basis dan untuk neraca menggunakan accrual basis. Sehingga dalam per Dirjen. Perbendaharaan No. 62/PB/2009 diamanatkan K/L dalam menyusun laporan keuangan ditambahkan diwajibkan menambahkan informasi pendapatan dan belanja secara accrual.
Sejalan dengan implementasi Sistem Perbendaharaandan Anggaran Negara (SPAN) pada Kementerian Keuangan, Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) merupakan solusi yang akan diberikan oleh Kementerian Keuangan dalam melaksanakan integrasi sistem dan penerapan akuntansi berbasis akrual. Aplikasi SAKTI menganut singgle database yang terdiri dari 8 modul yaitu : (1) Modul Penganggaran (2) Modul Komitmen (3) Modul Pembayaran (4) Modul Bendahara (5) Modul Persediaan (6) Modul Aset Tetap (7) Modul General Ledger dan Pelaporan (8) Modul Administrasi.
Penggoperasian Aplikasi SAKTI akan banyak melibatkan pengguna dengan kewenangan yang berbeda-beda, mulai dari pengguna sebagai KPA, KPB, Bendahara, PPK, PPSPM, atasan langsung operator dan operator masing-masing modul. Masing-masing user memiliki kewenangan yang berbeda dalam mengoperasikan Aplikasi SAKTI. Secara umum ada 3 tingkatan user didalamnya. Pertama user operator yang memiliki kewenangan menginput, merubah dan menghapus suatu transaksi, Kedua validator bisa atasan langsung operator yang memiliki kewenangan untuk melakukan validasi dan memberikan ceck list atas suatu transaksi yang sudah divalidasi serta mengembalikan ke operator apabila tidak disetujui untuk diperbaiki. Ketiga Approver bisa KPA, KPB, PPK atau yang lainnya sesuai dengan modul SAKTI yang digunakan dan memiliki kewenangan memberikan persetujuan atas suatu transaksi dan secara otomatis akan membuat jurnal untuk dikirim ke modul GLP atas transaksi yang membuat jurnal. Pada pembuatan ADK yang akan dikirimkan ke SPAN melalui Portal SPAN, pejabat berwenang bisa KPA, PPK, KPB atau yang lainnya akan menginputkan PIN sebagai alat pengamanan atas transaksi tersebut. Dengan penjelasan ini dapat dikatakan SAKTI akan meletakkan nilai sinergi antar lini pada instansi.
Aplikasi SAKTI  menganut beberapa konsep yang ideal dalam sebuah sistem yang diharapkan akan membuat laporan keuangan lebih akurat dan akuntabel dengan menjunjung asas konsistensi didalamnya. Aplikasi SAKTI menganut pola: Pertama closing date dimana apabila transaksi pada suatu periode sudah dilakukan tutup buku maka transaksi yang ada tidak bisa diubah, apabila akan dilakukan perbaikan atas transaksi tersebut akan dibuatkan transaksi baru yang akan dibukukan dalam periode selanjutnya. Kedua hystorical transaction dimana koreksi atas suatu transaksi yang sudah dilakukan posting akan membentuk transaksi baru. Jurnal bentukan yang ada, pertama akan dibuatkan jurnal pembalik atas transaksi yang salah dan kemudian akan membentuk jurnal baru atas transaksi perbaikannya. Ketiga audit trail merupakan salah satu fitur dalam suatu program yang mencatat semua kegiatan yang dilakukan tiap user dalam suatu tabel log secara rinci. Audit Trail secara default akan mencatat waktu , user, data yang diakses dan berbagai jenis kegiatan. Jenis kegiatan bisa berupa menambah, merungubah dan menghapus. Audit Trail apabila diurutkan berdasarkan waktu bisa membentuk suatu kronologis manipulasi data.Dasar ide membuat fitur Audit Trail adalah menyimpan histori tentang suatu data (dibuat, diubah atau dihapus) dan oleh siapa serta bisa menampilkannya secara kronologis. Dengan adanya Audit Trail ini, semua kegiatan dalam program yang bersangkutan diharapkan bisa dicatat dengan baik. 
Penulis : Faried Zamachsari (Pranata Komputer pada DTP) - www.span.depkeu.go.id