Mulai 1 Agustus 2013, Blog Keuangan PTA Gorontalo beralih ke Portal Keuangan PTA Gorontalo | Untuk mengunjungi portal baru kami klik di sini |
https://paisleycarrot.files.wordpress.com/2012/03/website_moved.jpg?w=601&h=429&h=429

Kamis, 03 Mei 2012

Gaji Hakim dan Gaji PNS

Artikel oleh Arsil, Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan (LeIP)
 
Saat ini para hakim sedang meradang, pasalnya sejak tahun 2008 gaji pokok mereka tidak pernah mendapatkan kenaikan, di sisi lain gaji Pokok PNS, TNI dan Polri sejak tahun yang sama telah mengalami kenaikan sebanyak 3 kali, yaitu pada tahun 2010, 2011 dan 2012 ini. Tidak adanya kenaikan gaji pokok hakim tersebut membuat akhirnya gaji pokok PNS, TNI dan Polri menjadi lebih tinggi dari gaji pokok hakim. Sesuatu yang sangat janggal.
Para hakim sejak dua tahun yang lalu mulai menyusun gerakan untuk menuntut kenaikan gaji mereka, berbagai upaya telah mereka lakukan hingga ancaman untuk melakukan mogok sidang. Mengenai hal ini mungkin akan saya tulis dalam tulisan terpisah, karena kali ini saya hanya akan menanggapi pernyataan Dirjen Anggaran Kementrian Keuangan di berita ini: “Kemenkeu: Kenaikan Gaji Hakim Mengikuti PNS“. Dalam berita tersebut intinya Dirjen Anggaran merasa bahwa gaji hakim telah naik, karena hakim adalah PNS (juga), sehingga jika gaji PNS dinaikan otomatis gaji hakim juga ikut mengalami kenaikan.
Betul bahwa hingga saat ini secara riil hakim memang masih PNS (juga). Dalam UU Kekuasaan Kehakiman yang terbaru (48 Tahun 2009) memang telah disebutkan bahwa hakim adalah pejabat negara, namun secara riil mereka masih tetap menyandang status PNS. Masalah kejelasan status ini memang masalah yang memiliki kerumitan tersendiri, tapi untuk sementara saya akan kesampingkan perdebatan mengenai hal ini. Bagaimana saya bisa menyatakan hakim masih PNS? Cek saja apakah mereka punya Nomor Induk Kepegawaian atau tidak, apakah mereka punya jenjang kepangkatan, golongan dan ruang atau tidak, dan apakah pada saat seleksi mereka menyandang status sebagai Calon PNS juga atau tidak. Jawabannya hingga saat ini iya.
Ok, jadi kembali ke pertanyaan awal, apakah Hakim saat ini masih berstatus (juga) juga sebagai PNS? Jawabannya ya. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah jika gaji PNS naik maka gaji hakim yang juga merupakan PNS tersebut otomatis akan mengalami kenaikan juga sebagaimana dimaksud oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu di atas? Tidak. Mengapa?

Sebelum tahun 1994 gaji hakim memang mengikuti gaji PNS; di atur dalam peraturan yang sama, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam skema UU 8/74 tersebut Pegawai Negeri dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Pegawai Negeri Sipil dan Angkatan Bersenjata (ABRI). PP 7/1977 tersebut berlaku untuk seluruh PNS, sementara khusus untuk PNS non sipil, seperti anggota ABRI (dan Polri, karena Polri pada saat itu merupakan bagian dari ABRI) diatur dalam PP tersendiri, yaitu PP Nomor 18 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sejak tahun 1977 tersebut perubahan-perubahan (kenaikan) gaji PNS dilakukan dengan mengubah PP 7/1977 tersebut, khususnya pada bagian lampirannya, oleh karena besaran jumlah gaji terdapat di dalam lampiran PP tersebut. Begitu juga dengan kenaikan gaji anggota ABRI.

Skema tersebut berlaku hingga tahun 1994. Pada tahun 1994 oleh karena dipandang hakim merupakan profesi yang khusus, yang tidak dapat dipersamakan dengan PNS biasa, pemerintah kemudian mengeluarkan hakim dari skema PP 7/1977 tersebut dan diatur dalam PP tersendiri, yaitu PP Nomor 33 Tahun 1994 tentang Peraturan Gaji Hakim. PP ini kemudian diganti dengan PP Nomor 8 Tahun 2000 tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama.

Baik PP 33 Tahun 1994 maupun PP 8 Tahun 2000 sebenarnya secara sistem tetap menggunakan sistem yang sama dalam mengatur rentang gaji hakim, yaitu berdasarkan pangkat, golongan dan ruang serta masa kerja, yang membedakan hanyalah besaran dari masing-masing pangkat, golongan dan ruang antara gaji hakim dan gaji PNS, dimana besaran jumlah gaji pokok hakim untuk masa kerja, pangkat, golongan dan ruang yang sama dengan PNS lebih besar dibanding PNS.

Dengan adanya PP yang berbeda yang mengatur antara gaji hakim dan gaji PNS maka untuk menaikan gaji hakim pemerintah harus menerbitkan perubahan atas PP Nomor 8 Tahun 2000 tersebut, sementara untuk menaikan gaji PNS biasa pemerintah harus menerbitkan PP perubahan atas PP No. 7 Tahun 1977. Dengan kata lain, jika pemerintah hanya menerbitkan PP perubahan atas PP Nomor 7 Tahun 1977 maka perubahan (kenaikan gaji) tersebut tidak akan dinikmati oleh para hakim, hanya PNS non hakim yang ada di pengadilan dan Mahkamah Agung. Dan hal ini yang terjadi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 ini, dimana pemerintah ternyata hanya merevisi PP Nomor 7 Tahun 1977 namun tidak merevisi PP Nomor 8 Tahun 2000, sehingga pendapat Dirjen Anggaran Kemenkeu dalam berita di atas sama sekali tidak tepat.

Gaji Hakim Peradilan Militer

Apakah seluruh hakim tidak mengalami kenaikan? Tidak juga. Seperti terlihat dari PP Nomor 8 Tahun 2000 hakim yang dimaksud hanyalah hakim pada 3 lingkungan peradilan dari 4 lingkungan peradilan yang ada, yaitu hanya Peradilan Umum, Tata Usaha Negara dan Agama, sementara khusus untuk gaji hakim Peradilan Militer tidak tunduk pada PP 8 Tahun 2000 tersebut. Lalu dimana peraturan gaji hakim militer?

Hakim militer sebenarnya tidak memiliki peraturan pemerintah yang khusus. Gaji hakim militer hingga saat ini masih mengikuti gaji bagi TNI, yaitu PP Nomor 28 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota TNI. Mengapa demikian? Karena memang hingga saat ini status Hakim Militer masih merupakan anggota TNI, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Mengenai masalah status hakim militer ini lebih rumit dari ketidakjelasan status hakim non militer, terlebih jika dikaitkan dengan sistem satu atap, sistem dimana seluruh kewenangan administrasi, kepegawaian, keuangan dan organisasi peradilan yang dulunya berada di pemerintah dialihkan ke Mahkamah Agung. Jika urusan, misalnya kepangkatan, hakim pada peradilan umum, tata usaha negara, dan agama diserahkan sepenuhnya pada Mahkamah Agung maka MA bisa saja tinggal mengelolanya, walaupun segala peraturan terkait masalah tersebut masih berada di pemerintah. Namun hal itu tidak mudah jika terkait hakim peradilan militer. Dalam UU 31/1997 disebutkan untuk menduduki jabatan hakim level tertentu harus memenuhi jenjang kepangkatan militer setingkat x, entah kapten atau kolonel dst. Dengan adanya syarat kepangkatan militer yang sejatinya memang urusan TNI, tentu MA tidak bisa mempromosikan seorang hakim militer dari jabatan x ke jabatan y, karena MA tidak bisa menaikan kepangkatan militernya.

Terkait masalah gaji, mengingat kenaikan gaji PNS juga diikuti dengan PP kenaikan gaji TNI dan juga Polri, maka khusus untuk hakim militer mereka menikmati kenaikan gaji tersebut. Jadi diantara hakim, terdapat hakim yang menikmati kenaikan gaji dan ada yang tidak.

Sumber : artikel pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar