Mulai 1 Agustus 2013, Blog Keuangan PTA Gorontalo beralih ke Portal Keuangan PTA Gorontalo | Untuk mengunjungi portal baru kami klik di sini |
https://paisleycarrot.files.wordpress.com/2012/03/website_moved.jpg?w=601&h=429&h=429

Jumat, 25 Mei 2012

PPh PASAL 21/26 : TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PPh PASAL 21/26

Tarif

Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:









Tarif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi:

  • Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayar secara bulanan.
  • 5% atau 6% (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) dari upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang jumlahnya melebihi Rp150.000,- sehari dan penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender tidak melebihi Rp6.000.000,00;
  • Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) atas jumlah kumulatif dari dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 tenaga ahli adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto;
  • Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atau 20% lebih tinggi dari tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh (khusus untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP) diterapkan atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
  • 20% bersifat fi nal diterapkan terhadap penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri, dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak luar negeri tersebut;
Tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah:

1. Bersifat Final

  • 0% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan I dan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
  • 5% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya;
  • 15% diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya;
2. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan termasuk gaji ke-13 yang menjadi beban APBN atau APBD yang dihitung dengan tarif ini ditanggung oleh pemerintah;

3. Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkat sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk sebagaiPejabat Negara, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak ditanggung oleh Pemerintah;

4. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah penghasilan bruto berupa penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun,dan Penghasilan Tidak Kena Pajak ditambah tarif 20% lebih tinggi apabila Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memilik Nomor Pokok Wajib Pajak. Tambahan PPh Pasal 21
sebesar 20% dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota POLRI dan pensiunannya pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibayarkan.


Cara Penghitungan

Pengenaan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, Pegawai NegeriSipil, anggota TNI, POLRI dan para Pensiunan termasuk janda/duda dan atau anak-anaknya yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah (APBN/APBD)

Atas penghasilan yang dibayarkan berupa:

• gaji kehormatan;
• Gaji atau uang pensiun, dan
• Tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun yang dibebankan kepada
Keuangan Negara Daerah.

PPh Pasal 21-nya dihitung dengan cara sebagai berikut:

  • Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan anggota TNI,POLRI, Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a X Penghasilan Kena Pajak (PKP). Penghasilan Kena Pajak = (penghasilan bruto –
    biaya jabatan - iuran pensiun - PTKP).
  • Bagi penerima pensiun bulanan

        Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a X Penghasilan Kena Pajak (PKP).

        Penghasilan Kena Pajak = (penghasilan bruto – biaya pensiun – PTKP).





Atas penghasilan yang dibayarkan berupa:
  • Honorarium;
  • Uang sidang;
  • Uang hadir;
  • Uang lembur;
  • Imbalan prestasi kerja, dan
  • Imbalan lain dengan nama apapun;
 yang dibebankan kepada Keuangan Negara/ daerah, pengenaan PPH Pasal 21-nya dipotong sebesar 15% jumlah bruto penghasilan tersebutdan bersifat fi nal kecuali Pegawai Negeri Sipil golongan II-d ke bwah atau Anggota ABR berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Polisi Satu ke bawah.



Pengenaan PPh Pasal 21 bagi selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, POLRI dan para Pensiunan yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah

Upah harian, Upah mingguan, Upah satuan, Upah borongan, Uang saku harian adalah penghasilan bruto harian dikurangi Rp150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) sepanjang jumlah yang diterimanya dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) dan tidak dibayarkan secara bulanan. Contoh pada halaman sebelumnya.

Honorarium, Uang saku, Hadiah/penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, dan Pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh bukan pegawai dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh X 50% X penghasilan bruto.

Honorarium, Uang saku, Hadiah/penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, dan Pembayaran lain secara berkesinambungan sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dankegiatan yang diterima oleh bukan pegawai yang memiliki NPWP dan hanya menerima penghasilan dari pemberi kerja tersebut dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh X ((50% X penghasilan bruto) - PTKP).

Honorarium, uang saku, uang representasi, uang rapat dan hadiah /penghargaan dan penghasilan
sejenis lainnya yang diterima oleh peserta kegiatan (perlombaan, rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, anggota kepanitiaan, pendidikan pelatihan dan magang, kegiatan lainnya) dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh X jumlah bruto untuk setiap pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah.



Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi dengan status WP luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa dan kegiatan

Tarif 20% x penghasilan bruto dan bersifat fi nal atau tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Apabila WP luar negeri tersebut berubah status, maka pemotongan PPh Pasal 21-nya tidak bersifat fi nal.

3 komentar:

  1. tolong dong jelasin lagi tentang PPh pasal 29, apa sih yang dimaksud pajak terutang sdama kurang bayar..
    dari mana asalnya pajak terutang..
    makasih :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengertian PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri. Jadi selisih tersebut yang disebut kurang bayar.

      Hapus
  2. gimana cara perhitungan bayar pajak kalau penghasilan per bulannya dibayar oleh kantor dari luar negri. Misalnya kerja di singapore dengan penghasilan SGD4000 perbulan tapi domisilinya di Indonesia, bagaimana cara bayar pajaknya kalau ingin bayar pajaknya di Indonesia?

    BalasHapus